PERSPEKTIF
WORD
FALLACY #1
(Universitas
Anta Brantah)
Oleh : AM.Muslihin
(Penulis Receh dari
negeri Anta Brantah)
Zaman memang
sudah tua. Waktu terus bergulir, membawa umat manusia dari situasi yang satu ke
situasi yang lain. Berbagai dinamika terus saja berentetan bag roda yang tak
pernah berhenti berputar. Ada yang baik pula ada juga yang kurang menyenangkan.
Itulah hukum semesta. Hari ini, umat manusia tengah diperhadapkan pada kemajuan
yang begitu pesat diberbagai lini kehidupan. Hampir semua sektor mengalami
perkembangan. Kemajuan tekhnologi ibarat kilat yang menyambar, sangat cepat. Bertatap
muka tanpa bertemu, memesan makanan tanpa meninggalkan tempat tidur dan masih
banyak lagi hal menakjubkan lainnya di era ini. Akan tetapi disaat yang sama
sepertinya umat manusia perlu melihat kembali bahwa dunia hari barangkali
sedang menghadapi satu fase yang begitu sulit. Pandemi yang melanda tak juga
surut, bahkan malah terus bertambah dibuktikan dengan munculnya berbagai virus
varian baru. Meski kelihatannya manusia tak lagi terlalu peduli dengan itu,
akan tetapi kecemasan-kecemasan perihal hidup tentu saja semakin bertumbuh. Sebab
pandemi rupanya bukan hanya membuat kita,- manusia kehilangan pekerjaan, tetapi
juga kehilangan akal sehat. Hal ini bisa dibuktikan dengan maraknya berita yang
menunjukkan bahwa para pemangku kebijakan yang seharusnya menjadi tempat
masyarakat untuk menyadarkan segala peluhnya malah menjadi biang tidak
tersalurkannya bantuan sosial secara merata dan efektif. Dan masih banyak lagi
kejadian-kejadian lainnya.
Barangkali kita sedang
diperhadapkan pada dunia yang keliru. Saya menyebutnya Word Fallacy. Sebab
kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi seharusnya menjadi jalan bagi umat
manusia untuk mendapat kesejahteraan dan keadilan dalam kehidupan. Tapi pada
kenyataanya, ada begitu banyak hal yang sepertinya tidak sesuai dengan
ekspektasi itu. Kemajuan tekhnologi dan pengetahuan harusnya juga menjadi jalan
dalam memajukan moralitas kemanusiaan, tapi kelihatannya era yang kita sebut
dengan era industri ini malah menambah pundi-pundi kelicikan dalam kepala umat
manusia. Kita benar-benar berhadapan dengan dunia yang keliru.
Jika mencoba
menelisik lebih jauh, ada begitu banyak hal yang mengalami perubahan dalam era
ini. Mulai dari dunia pekerjaan sampai pada pendidikan. Instansi – instansi pendidikan
tak lagi menjadi tempat menaruh harapan agar kelak setelah selesai dan menjadi
sarjana, kita akan menjadi seorang intelek. Sebab barangkali ada subtansi yang
mulai hilang dari proses itu. Paulo Freire misalnya, telah memberikan kita
contoh bagaimana menjadikan pendidikan sebagai jalan untuk memanusiakan
manusia atau kita mengenal teorinya yang diberi nama Dehumanisasi. Sementara,
konsep ini sepertinya sudah tak lagi menjadi kerangka epistemologi dalam
menjalankan proses pendidikan hari ini. Sehingga yang terjadi adalah institusi
pendidikan hanya sekedar menciptakan seorang sarjana, bukan seseorang yang
berpendidikan.
Al kisah di
sebuah Universitas Anta Brantah.
Beberapa hari
yang lalu, salah satu fakultas pada sebuah universitas anta brantah
tetiba saja suasananya menjadi riuh. Para birokratnya seperti sedang dihampiri
kecemasan-kecamasan sekaligus kemarahan yang membuncah. Para mahasiswanya mendapat
semprot akibat kemarahan itu. Hal tersebut disebabkan oleh beredarnya selebaran
yang bertuliskan Matinya Akal Sehat. Dan selebaran itu ditemukan
tertempel di dinding kampus dan pintu ruangan para pemangku jabatan difakultas.
Kejadian tersebut memancing reaksi tentu saja. Informasi terkait pelayanan pada
mahasiswa ditunda sampai waktu yang tidak ditentukan pun tersebar di
kolom-kolom chat mahasiswa. Katanya itu pesan dari para pendidik yang diminta
untuk diteruskan ke teman – teman mahasiswa yang lain. Rupanya para pemangku
jabatan itu merasa tersinggung dengan selebaran yang beredar itu. Akibatnya pelayanan
administrasi ditunda. Ada yang aneh, sebab harusnya mereka bisa legowo atas kritikan
itu. Lebih profesional dalam menerima kritikan itu. Harusnya para pemangku
jabatan itu mengambil langkah yang tepat tanpa harus melibatkan perasaan. Toh yang
dikritik bukan pribadinya, akan tetapi kebijakannya. Bukankah untuk menjadi
lebih baik kita memang harus di kritik. Sebagai pendidik tentu saja mereka
harus bisa menunjukkan contoh yang baik kepada para anak didiknya. Itulah yang
disebut pendidikan yang memanusiakan. Tapi begitulah barangkali jika akal sehat
sudah mati.
Hari kian menua,
sebentar lagi sore menjelang. Terik matahari serasa begitu setia menemani. Satu
persatu mahasiwa yang datang ke kampus anta brantah itu semua membahas masalah
yang sama. Ada yang setuju dengan isi selebaran itu, pun juga ada yang seperti tidak
menerima. Barangkali ia juga ikut tersinggung. Entahlah. Akal sehat sepertinya
memang sudah benar – benar mati. Bahkan yang sedang dibela haknya pun juga ikut
mencelah. Dunia ini memang aneh.
Tak berselang
lama, hanya butuh beberapa jam para pemangku jabatan itu mengundang semua
civitas akademika fakultas dan beberapa perwakilan mahasiwa untuk membicarakan
kejadian tersebut. Tindakan itu sedikit memberi angin segar, setidaknya ada
upaya untuk duduk bersama mendialogkkan akar permasalahannya. Dan kita berharap
akan lahir solusi. Tapi rupanya, pertemuan itu bukan dibuat untuk mempertemukan
beberapa argumen menuju tercapaimya satu solusi. Akan tetapi malah argumentasi
yang muncul dari pemangku kebijakan justru seperti ibu – ibu yang sedang membicarakan
kejelekan tetangganya. Entahlah, semoga saja itu tak benar – benar terjadi
dalam forum tersebut.
Hari semaki tua, semburat
jingga pelan – pelan membungkus cakrawala. Rapat usai, universitas anta brantah
itu pelan – pelan sunyi dan kembali pada keheningan. Terlihat beberapa
mahasiswa sedang duduk berdiskusi, entah apa yang sedang mereka bicarakan. Barangkali
mereka sedang mencari cara bagaimana agar institusi pendidikan kembali menjadi
ruang paling tepat untuk menciptakan manusia yang manusia. Semoga tak ada lagi
surat cinta susulan yang ditempel pada dinding fakultas. Semoga surat cinta
yang pertama diterima dengan baik dan segera menemukan ruang paling syahdu
untuk mendialogkannya. Semoga Akal sehat di Universitas Anta Brantah itu
lekas pulih.
Note :
Hanya menulis apa saja yang sedang berkelabat dikepala.
Terima Kasih.
Dekap Hangat untuk semua.
Panjang Umur Perjuangan.
Komentar
Posting Komentar